Sabtu, 28 Mei 2011

China Mengusulkan Kembali ke Aksara Tradisional

 
Sebuah ilustrasi dari komposisi beberapa dasar huruf Mandarin, seperti untuk 'orang', 'melihat', dan 'mencari'. (Epoch Times)

Saat ceramah 18 Mei di South Central University for Nationalities, ahli bahasa Mandari Li Jingyi dari Universitas Wuhan mengusulkan bahwa China semestinya kembali ke penulisan aksara Mandarin tradisional.


Usulan serupa telah dikeluarkan oleh para anggota Konferensi Konsultatif Politik selama lebih dari dua tahun.

Menurut Changjiang Daily, Tn. Li mengatakan bahwa puisi Tiongkok jaman sekarang tidak akan lolos ujian jaman, dan masyarakat sekarang tidak dapat membantu perkembangan para pujangga besar.

Sebagaimana dilaporkan, Tn. Li mengatakan bahwa tiap goresan dalam aksara Mandarin tradisional memiliki sejarah. Masing-masing aksara memiliki makna yang lebih mendalam dibanding sistem-sistem dasar fonetik. Jenis "kesusastraan" yang tenar di internet "menghancurkan pusaka warisan dan tradisi-tradisi kita." Ia menyarankan agar masyarakat kembali ke aksara tradisional dan mengatakan bahwa penulisan aksara tradisional pada komputer tidak lagi sesulit penulisan aksara yang disederhanakan (simplified).

Ekonom Mao Yushi telah lama menganjurkan kembali ke aksara tradisional. Pada bulan Maret 2008, Wang Gan, kepala editor Bulanan Kesusastraan Mandarin Terpilih, mengatakan pada blog-nya bahwa aksara yang disederhanakan merupakan "versi tidak mendidik" dari aksara yang sebenarnya. Pernyataannya itu telah menuai perdebatan panas.

Penulis terkenal Er Yue He juga mendukung pemulihan ke aksara tradisional karena keindahannya. Ia mengatakan bahwa orang-orang akan kehilangan kemampuan membaca bacaan-bacaan klasik jika mereka hanya mengetahui aksara yang disederhanakan. Ia juga yakin bahwa bacaan-bacaan (Mandarin) seharusnya dicetak secara vertical pada suatu halaman dibanding secara horizontal "karena itu merupakan tradisi kita."

Tn. Ji Xianlin, seorang ahli bahasa Mandarin berusia 99 tahun, berbicara mengenai alasan-alasannya mendukung aksara tradisional: Pertama, kebudayaan Tiongkok telah dapat bertahan hingga hari ini karena aksara-aksara Mandarin tradisional belum berubah banyak sepanjang sejarah; orang harus tahu aksara-aksara tradisional untuk membaca hal-hal klasik, dan segala pesan dari budaya Tiongkok tradisional adalah terkandung dalam hal-hal klasik ini.

Kedua, adalah salah untuk mencoba menyederhanakan atau memfonetikan aksara Mandarin. "Leluhur kita telah menggunakan aksara-aksara tradisional selama ribuan tahun tanpa masalah." Efisiensi bukanlah alasan yang tepat untuk menyederhanakan aksara-aksara tersebut.

Ketiga, melulu menterjemahkan bacaan-bacaan klasik ke dalam bahasa modern akan menghancurkan kebudayaan Tiongkok. Orang jaman sekarang harus belajar membaca bacaan-bacaan asli (original). Jika maknanya telah berubah, maka bisa ditambahkan catatan kaki.

Terakhir, untuk memulihkan bahasa dan kebudayaan Tiongkok, sistem pendidikan seharusnya dimulai dari anak-anak muda. Tn. Ji menyoroti bahwa buku-buku bacaan yang ditulis untuk anak-anak seharusnya ditulis dengan hati-hati dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. (The Epoch Times/bud)