Selasa, 12 Juli 2011

Hitler Pernah Dirawat di Rumah Sakit Jiwa

Diktator Nazi, Adolf Hitler adalah personifikasi kejahatan. Dia bertanggung jawab atas kehancuran dalam Perang Dunia II, pembunuhan massal, juga sebagai arsitek Holocaust.

Namun, ada pertanyaan besar terkait sosok Sang Fuhrer. Bagaimana bisa seorang veterang Perang Dunia I, berpangkat rendah, tak berpendidikan tinggi, tanpa harta, bisa jadi salah satu tiran terkuat di dunia hanya dalam jangka waktu 15 tahun?


Apa juga yang mengubah seniman kelas dua itu menjadi lalim, mampu bertindak kejam? Lalu, Kekuatan apa yang membuat Adolf Hitler mampu menghipnotis orang lain untuk mematuhi segala keinginannya?


Pengarang, Claus Hant -- yang menghabiskan 15 tahun untuk meneliti kehidupan Hitler di masa muda, menyajikan teorinya dalam buku terbarunya 'Young Hitler' atau 'Hitler Muda'


Sebenarnya, tak ada yang istimewa di masa awal kehidupan Hitler. Dia dilahirkan di Austria dalam keluarga miskin, dengan ayah pemabuk yang sering memukulnya. (wm)


Hitler keluar dari rumah dan menetap di Wina pada 1908, berusaha merintis jalan menjadi seniman. Saat itu dia dikenal eksentrik tapi juga membosankan.


Pada 1924 Hitler bergabung dengan resimen Bavaria Angkatan Darat Jerman. Insiden terjadi pada 14 Oktober 1918, di Werwicq di Belgia, Hitler yang saat itu berpangkat Kopral dan rekan-rekannya menjadi korban serangan gas beracun.


Akibatnya, Hitler harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Lapangan Bayern No 53 di Qudenaarde dekat Brussels. Namun, dokter di sana menolak mengobati Hitler. Sebab, Hitler menderita kelainan syaraf yang diakibatkan perang -- dimana seorang tentara tak mampu mengatasi beban mental akibat berperang di garis depan. Dengan kondisi seperti itu, Hitler tak boleh disatukan dengan prajurit lain yang hanya mengalami luka fisik.


Hitler lalu harus menempuh perjalanan 600 mil ke sebuah rumah sakit jiwa kecil di Pasewalk, di perbatasan Jerman dan Polandia.


"Insiden ini adalah salah satu kunci dalam buku saya 'Young Hitler'. Ini adalah masa-masa paling berpengaruh dalam hidup Hitler -- sekaligus menjelaskan apa yang mendorongnya jadi orang gila," kata Hant, seperti dimuat laman Express.com, Rabu 5 Mei 2010.


Hant yakin, Hitler mengalami perubahan kepribadian yang dramatis pasca insiden gas beracun itu.


"Saat itu Hitler diperiksa seorang psikiater, Dr Edmund Forster. Hitler didiagnosis menderita kelainan jiwa, 'psikopat dengan gejala histeris'."


Hitler tinggal di rumah sakit itu selama sebulan, di sana dia menjalani terapi hipnosis, juga kemungkinan diterapi listrik.


Masih jadi perdebatan, apakah metamorfosis Hitler dari orang baisa menjadi tiran, dipicu pengobatan, pukulan hebat di garis depan, efek gas beracun, atau kombinasi dari itu. Namun, kata Hant, efek gas beracun yang dialami Hitler adalah yang paling masuk akal mempengaruhi otaknya.


"Hitler yang rasis, anti-Semit, menentang demokrasi, dan cintanya yang berlebihan, sudah ada sebelum dia dirawat di Pasewalk. Juga sifatnya yang temperamental, keinginan untuk balas dendam, delusi sebagai orang jenius dan kepastian bahwa takdir Tuhan ada di pihaknya," kata Hant.


Namun, Pasca pengobatan di rumah sakit jiwa, keyakinan Hitler bahwa dia jenius, bahwa dia pilihan Tuhan, menjadi sesuatu yang nyata baginya.


Hitler pernah mengaku dia dikunjungi oleh 'utusan Tuhan' yang mengatakan bahwa dia ditakdirkan menjadi penyelamat Jerman.


Dia bahkan mengidentikkan dirinya dengan Yesus Kristus. Pada perayaan Natal tahun 1926, ia berkata: "Pekerjaan yang telah dimulai Kristus tetapi tidak mampu diselesaikan, akan dilengkapi [Hitler]."


Dalam pidatonya yang lain, Hitler mengaku dia harus disalib jika tidak memenuhi kewajibannya. Semakin sukses, Hitler makin yakin bahwa dia adalah instrumen takdir.


"Orang-orang Jerman," kata dia di tahun 1936, "Aku telah mengajarimu iman, sekarang Anda menaruh kepercayaan pada saya."


Fakta bahwa dia pernah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa saat itu akan menghancurkan karir politiknya yang masih muda. Ini jadi titik lemah Hitler.


Namun, Hitler punya cara untuk mengatasinya. Lawan-lawan yang ingin memanfaatkan rahasia itu satu persatu dihabisi. Demikian juga dokter yang pernah merawatnya.


Pada tanggal 1 September 1933, Dr Forster diskors dari klinik tempat dia bekerja dan pada tanggal 11 September, setelah interogasi oleh Gestapo, istrinya menemukan dia meninggal di kamar mand