Sergapan-sergapan di malam hari oleh dua singa pemakan manusia telah menghantui para pekerja rel kereta api lebih seratus tahun lalu. Kisah nyata yang kemudian diangkat ke layar lebar dalam film berjudul The Ghost and The Darkness itu menjadi cerita pembantaian yang sangat mengerikan di Afrika. Namun, menurut penelitian baru-baru ini, jumlah mereka yang mati karena dimangsa kedua singa itu tidak sebanyak dugaan semula.
Selama lebih dari sembilan bulan, kedua singa ganas yang dikenal sebagai “The Ghost dan The Darkness” itu mencabut 35 nyawa pekerja. Ini bukan jumlah yang kecil, tetapi jauh lebih sedikit dari perhitungan semula yang menyebut 135 korban.
Jumlah yang mati dikisahkan mencapai 28 buruh ditambah banyak orang setempat yang terlibat dalam proyek sehingga keseluruhan mencapai 135 jiwa. Namun, para peneliti yang ingin tahu jumlah sebenarnya kemudian mempelajari jasad kedua singa yang kini dipajang di Museum Sejarah Alam di Chicago. Mereka menguji jenis-jenis karbon dan nitrogen dalam gigi dan rambut keduanya.
Rasio bahan kimia itu kemudian dibandingkan dengan karbon dan nitrogen pada singa modern di wilayah yang sama, juga terhadap singa yang memangsa hewan dan singa yang memangsa manusia.
Tulang dan gigi bisa menyimpan isotop karbon dan nitrogen dalam waktu lama, sedangkan rasio di bulu akan berubah lebih cepat sehingga memungkinkan para peneliti menentukan jenis makanan singa dalam waktu lama dan perubahan selama bulan-bulan terakhir.
Ternyata, salah satu singa diketahui menjadikan daging manusia sebagai separuh dari makanan pokoknya selama bulan-bulan terakhir ia hidup, dan diduga ia makan setidaknya 24 orang. Adapun singa yang lain telah menyantap 11 orang.
Peneliti yang dipimpin antropolog Nathaniel J Dominy dan Justin D Yeakel dari Universitas California, Santa Cruz, itu mencatat bahwa jumlah kematian yang dilaporkan saat itu berkisar 28 orang seperti dilaporkan Perusahaan Kereta Uganda, dan hingga 135 orang seperti diutarakan Letkol John H Patterson, perwira Inggris yang membunuh kedua singa itu pada Desember 1898.
Dalam laporan yang dimuat Proceedings of the National Academy of Sciences hari Selasa (3/11) itu disebutkan bahwa jumlah 35 yang disebutkan adalah jumlah orang yang dimakan, tidak termasuk yang sekadar dibunuh. Menurut cerita, kedua singa itu juga suka membunuh bukan untuk dimakan. Bila yang dibunuh ikut dihitung, jumlahnya bisa mencapai 75 orang.
Kedua singa itu membunuh manusia ketika terjadi kekeringan yang menyebabkan mangsa mereka hilang. Pada waktu yang sama, para pekerja rel berdatangan ke lokasi mereka sehingga seolah menggantikan mangsa mereka. Hal yang sedikit aneh menurut para peneliti adalah bahwa kedua singa itu sepertinya bekerja sama membunuh orang yang mereka incar. Ini adalah hal biasa ketika mereka memburu mangsa yang besar, seperti kerbau atau zebra, tapi tidak perlu bila mereka memburu manusia atau hewan yang lebih kecil.
Meski begitu, salah satu singa diketahui memiliki masalah gigi dan luka di rahang sehingga mengurangi kemampuannya untuk berburu. Dengan demikian, keduanya mungkin bekerja sama, yang satu makan lebih banyak orang, sementara yang lain lebih memilih mangsa lain, tetapi juga doyan manusia.
Sumber: Kompas.com
Selama lebih dari sembilan bulan, kedua singa ganas yang dikenal sebagai “The Ghost dan The Darkness” itu mencabut 35 nyawa pekerja. Ini bukan jumlah yang kecil, tetapi jauh lebih sedikit dari perhitungan semula yang menyebut 135 korban.
The Ghost dan The Darkness, dua singa Tsavo yang dikenal luas karena menyantap sedikitnya 35 orang.
Peristiwa terjadi tahun 1898 saat Pemerintah Inggris mengerahkan para buruh dari India dan penduduk setempat untuk membangun jalur kereta dari Uganda melewati Kenya. Saat melintasi daerah bernama Tsavo, para pekerja dihantui oleh singa-singa tanpa rambut yang doyan manusia. Tidak seperti layaknya singa jantan yang berambut panjang, singa jantan Tsavo tidak berambut sehingga mirip singa betina. Satu demi satu, pekerja dibunuh dan dijadikan santapan.Jumlah yang mati dikisahkan mencapai 28 buruh ditambah banyak orang setempat yang terlibat dalam proyek sehingga keseluruhan mencapai 135 jiwa. Namun, para peneliti yang ingin tahu jumlah sebenarnya kemudian mempelajari jasad kedua singa yang kini dipajang di Museum Sejarah Alam di Chicago. Mereka menguji jenis-jenis karbon dan nitrogen dalam gigi dan rambut keduanya.
Rasio bahan kimia itu kemudian dibandingkan dengan karbon dan nitrogen pada singa modern di wilayah yang sama, juga terhadap singa yang memangsa hewan dan singa yang memangsa manusia.
Tulang dan gigi bisa menyimpan isotop karbon dan nitrogen dalam waktu lama, sedangkan rasio di bulu akan berubah lebih cepat sehingga memungkinkan para peneliti menentukan jenis makanan singa dalam waktu lama dan perubahan selama bulan-bulan terakhir.
Ternyata, salah satu singa diketahui menjadikan daging manusia sebagai separuh dari makanan pokoknya selama bulan-bulan terakhir ia hidup, dan diduga ia makan setidaknya 24 orang. Adapun singa yang lain telah menyantap 11 orang.
Peneliti yang dipimpin antropolog Nathaniel J Dominy dan Justin D Yeakel dari Universitas California, Santa Cruz, itu mencatat bahwa jumlah kematian yang dilaporkan saat itu berkisar 28 orang seperti dilaporkan Perusahaan Kereta Uganda, dan hingga 135 orang seperti diutarakan Letkol John H Patterson, perwira Inggris yang membunuh kedua singa itu pada Desember 1898.
Dalam laporan yang dimuat Proceedings of the National Academy of Sciences hari Selasa (3/11) itu disebutkan bahwa jumlah 35 yang disebutkan adalah jumlah orang yang dimakan, tidak termasuk yang sekadar dibunuh. Menurut cerita, kedua singa itu juga suka membunuh bukan untuk dimakan. Bila yang dibunuh ikut dihitung, jumlahnya bisa mencapai 75 orang.
Kedua singa itu membunuh manusia ketika terjadi kekeringan yang menyebabkan mangsa mereka hilang. Pada waktu yang sama, para pekerja rel berdatangan ke lokasi mereka sehingga seolah menggantikan mangsa mereka. Hal yang sedikit aneh menurut para peneliti adalah bahwa kedua singa itu sepertinya bekerja sama membunuh orang yang mereka incar. Ini adalah hal biasa ketika mereka memburu mangsa yang besar, seperti kerbau atau zebra, tapi tidak perlu bila mereka memburu manusia atau hewan yang lebih kecil.
Meski begitu, salah satu singa diketahui memiliki masalah gigi dan luka di rahang sehingga mengurangi kemampuannya untuk berburu. Dengan demikian, keduanya mungkin bekerja sama, yang satu makan lebih banyak orang, sementara yang lain lebih memilih mangsa lain, tetapi juga doyan manusia.
Sumber: Kompas.com