Dalam sejarahnya, Negara
Indonesia pernah mengalami pergantian sistem pemerintahan. Dari
kesatuan berubah menjadi serikat dan berubah kembali menjadi kesatuan
hingga kini.Demikian juga dengan pemimpinnya atau presidennya. Selama
63 tahun berdiri sebagai Negara, telah terjadi berkali-kali pergantian
pemimpin di Indonesia. Mulai dari ir. Soekarno hingga Susilo Bambang
Yudhoyono sekarang.
Sebagai
penjabat presiden,umumnya orang Indonesia hanya mengenal Soekarno,
Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putrie dan
Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal masih ada dua lagi presiden Indonesia
dan jarang sekali disebut. Yakni Syafrudin Prawiranegara dan Mr. Asaat.
Dua orang ini pernah menjabat sementara ketika eranya Soekarno.
Syafrudin Prawiranegara menjabat Presiden/ketua PDRI (Pemerintahan
DaruratRepublik Indonesia) ketikaSoekarno dan M. Hatta ditawan Belanda
dan ketika ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Agar pemerintahan
tetap eksis dan berjalan, akhirnya dibentuklah PDRI dengan Syafrudin
Prawiranegara sebagai penjabat presiden.Syafrudin menjabat Presiden
Indonesia Darurat sejak 19 Desember 1948
Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin
Prawiranegara (lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 – meninggal di
Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun) adalah pejuang pada masa
kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai
Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika
pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda
saat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.
Mr.Assaat
Siapa Mr. Assaat ?
Lahir di sebuah kampung bernama Kubang Putih Banuhampu, pada tanggal 18
September 1904. Memasuki sekolah agama "Adabiah" dan MULO Padang,
selanjutnya ke STOVIA Jakarta. Karena jiwanya tidak terpanggil menjadi
seorang dokter, ditinggalkannya STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU
sekarang). Dari AMS Assaat melajutkan studinya ke Rechts Hoge School
(Sekolah Hakim Tinggi) juga di Jakarta.
Ketika menjadi studen RHS inilah, beliau memulai berkecimpung dalam
gerakan kebangsaan, ialah gerakan pemuda dan politik. Masa saat itu
Assaat giat dalam organisasi pemuda "Jong Sumatranen Bond". Karir
politiknya makin menanjak lalu berhasil menduduki kursi anggota Pengurus
Besar dari "Perhimpunan Pemuda Indonesia". Ketika Perhimpunan Pemuda
Indonesia mempersatukan diri dalam "Indonesia Muda", ia terpilih mejadi
Bendahara Komisaris Besar " Indonesia Muda".
Dalam kedudukannya menjadi studen (mahasiswa), Assaat memasuki pula
gerakan politik "Partai Indonesia" disingkat Partindo. Dalam partai ini,
Assaat bergabung dengan pemimpin Partindo seperti : Adnan Kapau Gani,
Adam Malik, Amir Syarifuddin dan lain-lainnya.
Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan, akhirnya tercium
oleh profesornya dan pihak Belanda, sehingga dia tidak diluluskan
walaupun setelah beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung atas
perlakuan demikian, gelora pemudanya makin bergejolak, dia putuskan
meninggalkan Indonesia pergi ke negeri Belanda. Di Nederland dia
memperoleh gelar "Meester in de rechten" (Sarjana Hukum).
Sekitar tahun 1946-1949, di Jalan Malioboro Yogyakarta sering terlihat
seorang berbadan kurus semampai berpakaian sederhana sesuai dengan
irama revolusi.
Terkadang ia berjalan kaki, kalau tidak bersepeda menelusuri Malioboro
menuju ke kantor KNIP tempatnya bertugas. Orang ini tidak lain adalah
Mr. Assaat, yang selalu menunjukkan sikap sederhana berwajah cerah
dibalik kulitnya kehitam-hitaman. Walaupun usianya saat itu baru 40
tahun, terlihat rambutnya mulai memutih. Kepalanya tidak pernah lepas
dari peci beludru hitam.
Mungkin generasi sekarang yang berumur 30 sampai 35 tahun, kurang atau
sedikit sekali mengenal perjuangan Mr. Assaat sebagai salah seorang
patriot demokrat yang tidak kecil andilnya bagi menegakkan serta
mempertahankan Republik Indonesia.
Assaat adalah seorang yang setia memikul tanggung jawab, baik selama
revolusi berlangsung hingga pada tahap akhir penyelesaian revolusi. Pada
masa-masa kritis itu, Assaat tetap memperlihatkan dedikasi yang luar
biasa.
Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih dan patah
semangat. Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak pernah
terlepas dari tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas sebagai
Acting (Pejabat) Presiden RI di kota perjuangan di Yogyakarta.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) dan Badan Pekerjanya selama revolusi sedang berkobar telah dua
kali mengadakah hijrah.
Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komidi di
Pasat baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Kramat. Karena
perjuangan bertambah hangat, demi kelanjutan Revolusi Indonesia, sekitar
tahun 1945 dipindahkan ke Yogyakarta.
Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke
Purwokerto, Jawa Tengah. Ketika situasi Purwokerto dianggap "kurang
aman" untuk kedua kalinya KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah
Mr. Assaat sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama berselang dia
ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta Badan Pekerjanya
http://danish56.blogspot.com/2011/04/inilah-mantan-mantan-presiden-republik.html