Anda harus membuat karyawan Anda berbahagia. Jika mereka berbahagia, mereka pun akan membuat para pelanggan Anda berbahagia.”
Demikian
salah satu kunci keberhasilan bisnis John Willard Marriott. Lelaki
kelahiran Utah, Amerika Serikat pada tanggal 17 September 1900 itu,
merupakan pendiri salah satu kerajaan bisnis terbesar di dunia, yaitu
Marriott Corporation. Sejak tahun 1993, nama tersebut lantas berubah
menjadi Marriott International. Perusahaan ini bergerak di usaha rumah
sakit, hotel, dan jaringan restoran. Salah satu hotel yang tergabung
dengan Marriott International, adalah Hotel JW Marriot yang terletak di
kawasan bisnis Kuningan Jakarta. Setelah 2003, untuk kedua kalinya,
hotel tersebut kembali menjadi bahan berita karena jadi sasaran bom
teroris pada Jumat pagi (17/7) lalu.
Dari
usaha penjualan bir, Marriot mulai mengembangkan sayap usahanya di
bidang restoran. Di tahun 1927 pula, ia membuka restoran keluarga dengan
tambahan menu Meksiko. Restoran yang diberi nama The Hot Shoppes
itu akhirnya laris manis dan terkenal. Saat usaha restoran berkembang,
ia melebarkan sayap di bidang bisnis kontraktor bangunan. Tak puas
dengan bisnis yang ada, Marriot merambah ke dunia perhotelan. Hotel
pertama yang ia dirikan lebih merupakan motel bernama Twin Bridges Motor Hotel di Virginia. Berawal dari satu hotel, kelak bisnis jaringan hotel yang ia dirikan menyebar ke seantero dunia.
Pada
saat ia meninggal pada 13 Agustus 1985 dalam usia 84 tahun, perusahaan
yang ia dirikan itu telah memiliki 1.400 restoran, 143 hotel dan resor
di seantero dunia. Namun data yang dilansir Wikipedia
per November 2007, terdapat 37 hotel di seluruh dunia yang beroperasi
di bawah bendera Marriott. Tentu saja sekarang jumlah unit usahanya
berkembang. Di Indonesia saja, hotel Marriott terdapat di tiga kota
besar, yaitu Jakarta, Surabaya, dan Medan. Dari seluruh unit usaha di
berbagai belahan dunia, perusahaan ini diperkirakan meraup penghasilan
sekitar 4,5 miliar US dollar setahun dan didukung sekitar 154.600 orang
karyawan. Begitu besarnya keuntungan, perusahaan ini pun mengembangkan
usaha di bidang kapal pesiar dan taman wisata.
Marriott
tumbuh di tengah keluarga peternak di Utah. Dari kondisi keluarga
itulah, jiwa wirausahanya mulai terasah sejak muda. Saat berusia 14
tahun, ia sudah diserahi tanggung jawab oleh ayahnya untuk mengirimkan
3.000 ekor domba ke San Francisco dengan menumpang kereta api. Bisa
dibayangkan, betapa repotnya membawa domba sebanyak itu di gerbong
kereta api! Dan pada tahun 1953, ia terserang kanker dan divonis dokter
hidupnya hanya bertahan antara enam sampai setahun. Namun, dengan
semangat hidupnya yang tinggi, ia justru mampu bertahan hingga nyaris
seperempat abad.
Tak
aneh jika Marriott menjadi sosok pebisnis sukses di dunia. Ia merupakan
seorang pekerja keras yang tak kenal lelah. Ia selalu memikirkan
bagaimana memajukan perusahaannya. Tanpa terduga, entah siang atau
malam, ia sering mendatangi tempat-tempat usahanya, seperti restoran dan
hotel. Ia langsung memeriksa bahkan sampai hal-hal yang ‘sepele’,
seperti dapur, alat masak, kamar, dan lain-lain. Jika masih ada tempat
yang kotor atau tidak lengkap, ia akan marah besar. Meski demikian,
Marriott –yang pengikut sekte Kristen Mormon bahkan pernah menjadi
anggota misi itu– juga merupakan seorang pemimpin yang humanis. Ia
membangun suasana kekeluargaan dalam lingkungan kerja. Saat ada pekerja
yang sakit, tak segan ia menengoknya. Saat ada yang terkena masalah, ia
juga ikut membantu memecahkannya.
Sumber: http://eksplorasi-dunia.blogspot.com/2009/07/mengenal-j-w-marriott-sang-raja-hotel.html