Tulisan
ini ditulis oleh rekan saya, Teguh Iskanto ketika menghadiri dialog
antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) dengan Komisi VIII
DPR-RI di Ruang Bhinneka Konsulat Jenderal Republik Indonesia di
Melbourne pada tanggal 30 April 2011, Pukul 20.00 waktu setempat.
Pembuka:
Setelah bertahun-tahun menjadi WNI akhirnya kesampaian juga saya
mendapat kesempatan untuk dapat bertatap muka dan berdiskusi dengan para
wakil rakyat. Terlebih tidak terasa sudah 9 tahun 10 bulan saya
meninggalkan Indonesia, dan mungkin kesempatan ini adalah satu-satunya
kesempatan bagi saya untuk bisa bertemu & bertatap muka langsung
dengan para pejabat negara.
Setelah terburu-buru nyupir karena takut terlambat, akhirnya saya
beserta istri sampai juga di KJRI sekitar pukul 18:15 AEST, walhasil
sesampainya di KJRI terlihat jelas pihak konsulat sudah mempersiapkan
acara dengan matang. Makanan, kursi-kursi tamu beserta meja panelis
untuk pembicara, semua sudah disiapkan dengan rapi. Waktu sudah
menunjukan pukul 18:19 tapi belum juga terlihat tanda-tanda kedatangan
para tamu yang ‘terhormat’, padahal di dalam undangan tertulis acara
akan dimulai pukul 18:00.
Menunggu sang tamu datang :
Sambil menunggu akhirnya saya menggunakan waktu yang ada untuk sholat
maghrib, bercengkerama & beramah tamah dengan kawan-kawan. Di bagian
depan terlihat banyak kamera & video dari beberapa media komunitas
Indonesia di Melbourne. Berikut ada juga perwakilan Radio ABC Australia
yang datang untuk meliput. Sementara beberapa kawan-kawan dari PPIA
sudah siap dengan siaran internet radio langsung yang di sebarkan ke
seluruh dunia via PPI Internasional, semua alat-alat sudah diset &
disiapkan.
Seputar berita-berita negatif yang ada di Internet tentang rencana studi
banding anggota dewan, saya sebelumnya juga sudah diingatkan oleh istri
dan seorang kawan untuk tidak menghakimi para anggota dewan. “Berikan mereka kesempatan utk menjelaskan alasan mereka, dan jangan pojokan mereka, mungkin ada sesuatu yg kita tidak tahu” ,
begitu saran yang saya dapatkan dan sayapun setuju untuk menjadi lebih
netral dan objektif, lagi pula “who are we to judge people anyway …”
Akhirnya sang tamu datang juga :
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sang tamu yang di tunggu-tunggu
datang juga, secara persis saya tidak melihat jam mungkin sekitar jam
18:50-19:00. Semua hadirin tampak antusias dan tidak terasa suasana
ruangan Bhinneka di KJRI Melbourne menjadi tampak hidup karena semua
orang mulai terlihat antusias. Beberapa anggota dewan bahkan ada yang
mulai memperkenalkan diri secara pribadi & menyapa para hadirin satu
persatu. Beberapa juga ada yang beramah tamah dengan staf KJRI. Setelah
beramah tamah sekitar 5-10 menit, staff KJRI mengumumkan untuk memulai
acara dengan hidangan makan malam terlebih dahulu. Pada mulanya saya
sempat berpikir, wah ini sepertinya strategi dari KJRI untuk meredam
pertanyaan pertanyaan dari para hadirin, dengan membuat mereka kenyang
dan mengantuk setelah makan … :) he he he
Acara Dimulai :
Setelah menikmati santap malam, akhirnya acara dibuka oleh Acting Consul General,
Bapak Hadisapto Pambrastoro mewakili KJRI Melbourne. Bapak Hadi mencoba
memaparkan komposisi masyarakat Indonesia di Melbourne, yang lebih dari
50% umumnya diisi oleh pelajar. Sebelumnya juga hadirin diingatkan
bahwa acara tanya jawab hanya akan dibatasi sampai pukul 21:00 mengingat
jadwal kesibukan anggota tim komisi VIII keesokan harinya (which is
private dinner bersama staff Konsulat jenderal RI. Kayak gini dibilang
sibuk?).
Sementara dari pihak komisi VIII diwakili oleh juru bicaranya Bapak
Abdul Kadir Karding (PKB), beliau memperkenalkan anggota tim studi
banding satu persatu dengan komposisi 7 orang anggota duduk di meja
panelis yang terdiri dari perwakilan PDI-P (Ina Ammania), GOLKAR (Drs.
H. Zulkarnaen Djabar), PKS (Ahmad Zainuddin, LC), PKB (H. Abdul Kadir
Karding, SPI - Ketua Rombongan & Pembicara), GOLKAR (Dra. Hj.
Chairun Nisa, MA), Hanura (Dra. Hj. Soemintarsih Muntoro, M.Si), dan
Demokrat (Dra. Hj. Ratu Siti Romlah, M.Ag). Jumlah total keseluruhan
anggota komisi VIII yang datang pada studi banding kali ini sekitar 11
orang.
Beliau juga mencoba memaparkan, bidang kerja komisi VIII yang umumnya berkonsentrasi di bidang :
- Keagamaan ( mencakup didalamnya adalah : agama, pendidikan agama, masalah ahmadiyah, pluralisme & terorisme)
- Penanggulangan bencana
- Pemberdayaan perempuan & perlindungan anak
- Kementerian sosial (diantaranya : masalah sosial, lansia, kemiskinan, orang cacat & anak jalanan)
Di salah satu kesempatan beliau juga menjelaskan tujuan kedatangan ke
Australia adalah untuk belajar mengenai upaya penanggulangan kemiskinan,
diantaranya adalah menyusun konsep rancangan untuk :
- RUU Fakir Miskin
- RUU Kebebasan & Perlindungan beragama
- RUU ZIS (Zakat Infaq Shadaqah) - pengurangan pajak terhadap donasi/sumbangan
- RUU Jaminan produk halal
- RUU Keadilan dan kesetaraan gender
- RUU Pendidikan yang dikelola masyarakat swasta
Beliau juga menjelaskan mengapa Australia adalah negara yang dituju :
- Lebih dekat dibanding negara-negara lain ( sehingga bisa mengurangi biaya )
- Australia memiliki sistem jaminan sosial yang terstruktur dan mapan kalau meminjam kata-katanya Bpk Karding : “Sistem yg luar biasa”
- Salah satu negara yang sukses menerapkan prinsip multikulturalisme sampai pada tingkat pendidikan anak-anak.
Sesi Pertanyaan :
Setelah mendengar paparan tadi, saya cukup mengakui kalau Bapak Abdul
Kadir Karding (PKB) , memiliki kemampuan komunikasi yang hebat, beliau
mencoba ‘meredam’ suasana hadirin yang ada di ruang Bhinneka
dengan ’lelucon-lelucon’ dan dengan paparan gaya bahasa yang lugas,
tenang dan terstruktur. Mungkin inilah sebabnya beliau terpilih menjadi
ketua rombongan, karena kalau dari apa yang saya lihat secara pribadi
beliaulah yang memiliki kemampuan ‘public speaking’ yang paling
mencolok dibanding anggota-anggota yang lain. Karena kalau dilihat ada
beberapa anggota yang hanya duduk di kursi panelis tanpa ada sepatah
katapun yang keluar dari mulut mereka (selain memperkenalkan diri), ada
yang hanya mencatat dan ada pula yang hanya sesekali saja berkomentar.
Kalau dilihat memang ‘all in all’, sepertinya memang sudah menjadi
tugasnya Bapak Karding untuk ‘menjinakan’ para hadirin :)
Pada saat sesi tanya jawab dimulai, ada 3 penanya pertama (dari beberapa yg berusaha secara antusias) :
1. Bagus Nugroho (Mahasiswa Program S3 Bidang Aeronautics Melbourne University & Nano Tech dari Oxford University)
Mengenai dana yang dikeluarkan untuk 11 anggota komisi VIII ditambah 5 orang staff ahli yang pergi studi banding ke Australia, menurut perhitungan Bagus, jumlah dana yang di keluarkan adalah sekitar Rp. 811 juta untuk selama 6 hari atau sekitar US$ 5000 per orang per minggu. pertanyaannya adalah mengapa sebesar itu? bukankah itu dana yang sangat besar untuk dikeluarkan, mengingat tingkat efektifitas yang rendah dari hasil studi banding?
Mengenai dana yang dikeluarkan untuk 11 anggota komisi VIII ditambah 5 orang staff ahli yang pergi studi banding ke Australia, menurut perhitungan Bagus, jumlah dana yang di keluarkan adalah sekitar Rp. 811 juta untuk selama 6 hari atau sekitar US$ 5000 per orang per minggu. pertanyaannya adalah mengapa sebesar itu? bukankah itu dana yang sangat besar untuk dikeluarkan, mengingat tingkat efektifitas yang rendah dari hasil studi banding?
2. Dirgayuza Setiawan (Wakil Ketua PPIA - Mahasiswa Jurusan Media )
Yuza, mencoba menyangkal argumen Bapak Karding, yang mempertanyakan mengapa surat terbuka PPIA dikirimkan terlebih dahulu ke media dibanding langsung ke beliau : menurut Yuza, karena semua channel yang ada telah dicoba berikut mengakses website pribadi Bapak Karding yang ternyata berstatus ’suspended’. Dari website DPR-RI pun, tidak ada keterangan nomor kontak & alamat email yang bisa dihubungi. Karena itu Yuza menghubungi media untuk meminta informasi.
Yuza, mencoba menyangkal argumen Bapak Karding, yang mempertanyakan mengapa surat terbuka PPIA dikirimkan terlebih dahulu ke media dibanding langsung ke beliau : menurut Yuza, karena semua channel yang ada telah dicoba berikut mengakses website pribadi Bapak Karding yang ternyata berstatus ’suspended’. Dari website DPR-RI pun, tidak ada keterangan nomor kontak & alamat email yang bisa dihubungi. Karena itu Yuza menghubungi media untuk meminta informasi.
Seperti telah diketahui sebelumnya dalam wawancara radio Australia di
Canberra, Bapak Karding mengatakan bahwa alasan anggota Komisi VIII
tidak mengunjungi daerah Northern Teritory (NT) adalah karena beliau
menangkap adanya “sinyal-sinyal” keengganan dari pemerintah Australia
untuk membolehkan mereka pergi ke NT. Dikarenakan menurut beliau issue
penduduk miskin Aborigin di Australia adalah issue yang sensitif apalagi
untuk kunjungan perlemen asing. Pada saat yang sama Yuza mengatakan,
hal yang sama tidak terjadi terhadap beberapa mahasiswa
Indonesia yang sedang mengadakan penilitian di NT untuk mensurvei
penduduk miskin, pemerintah Australia justru membantu dengan sepenuh
hati. Hal yang menjadi pertanyaan Yuza adalah, “sinyal-sinyal” seperti
apakah dan bagaimana cara menginterpretasikan sinyal yang ditangkap
Bapak Karding sehingga jatuh pada kesimpulan bahwa pemerintah Australia
enggan mengizinkan anggota Komisi VIII DPR-RI pergi ke NT ? Terlebih
daerah NT adalah daerah dengan konsentrasi penduduk miskin terbanyak di
Australia.
Pertanyaan yang lain adalah, mengapa kunjungan yang dilakukan hanya
mampu menghubungi pejabat-pejabat setingkat negara bagian, tapi tidak
sampai pada tingkat pemerintah federal? DPR cenderung dianggap tidak
siap dalam menyiapkan bahan-bahan dan memilih narasumber ( kurangnya
koordinasi & tidak tepat sasaran ) dan kalaupun ini memang sudah
dipersiapkan jauh-jauh hari, kenapa ada visa salah satu anggota tim
Komisi VIII yang ditolak oleh pemerintah Australia ?
3. Usep Abdul Matin (Mahasiswa S3 bidang Sosiologi di Monash University)
Beliau menanyakan tentang kerukunan hidup beragama terutama masalah perlakuan pemerintah terhadap pengikut Syi’ah di Indonesia.
Beliau menanyakan tentang kerukunan hidup beragama terutama masalah perlakuan pemerintah terhadap pengikut Syi’ah di Indonesia.
Sesi Komisi VIII Menjawab ( Hadirin Mulai Gelisah/Gusar ) :
Lagi-lagi saya harus akui kelihaian Bapak Abdul Kadir Karding untuk
urusan ’skill’ public speaking, sepertinya beliau menguasai betul medan
& trik untuk mengulur-ulur waktu, salah satunya adalah dengan
melambatkan tempo bicara, dan berbicara hal-hal yang diluar konteks
pembicaraan. Hal ini menyebabkan waktu yang tersisa tinggal sedikit.
Beberapa kali Dirgayuza (Wakil Ketua PPIA) menginterupsi anggota komisi
VIII untuk “straight to the point” pada pertanyaan yang ditanyakan.
Salah seorang anggota Komisi VIII dalam menjawab/menanggapi pertanyaan
dari Bagus Nugroho bahkan membandingkan anggaran yang diterima oleh
Komisi VIII dalam studi banding kali ini masih lebih kecil jika
dibandingkan dengan salah satu staff kementerian Australia yang katanya
bisa menerima 3 kali lipat dari apa yang diterima oleh Komisi VIII.
Hello!!! Australia itu kan pendapatan per kapitanya lebih besar dari
Indonesia, Kira-kira sekitar US$ 55590 per tahun. Indonesia sekitar US$
3015 per tahun (sumber wikipedia). Apa mereka itu nggak mikir ya sebelum menjawab???
Beberapa anggota dewan yang diberi kesempatan untuk menjawab memulai
dengan meminta kepada kawan-kawan PPIA untuk tidak terkesan
menghakimi/mengadili mereka dalam dialog kali ini. Bahkan ada yang
mengalami suasana “kebatinan” (mungkin maksudnya feeling so emotional)
ketika mengunjungi Australia kali ini seraya bercerita tentang beberapa
anaknya yang dulu pernah bersekolah di Melbourne, Australia dan
suaminya yang pernah menjadi ketua perhimpunan pelajar pada saat itu.
Secara pribadi menurut saya, jawaban-jawaban yang diberikan lebih
bersifat normatif dan tidak pada inti permasalahan dan cenderung
berputar-putar. Apakah ini suatu kesengajaan untuk mengulur waktu?
Wallahualam…Hanya Tuhan yg tahu…
Karena jawaban tidak dirasakan mengena dan berputar-putar untuk hal-hal
yang tidak penting sementara waktu semakin sempit, banyak hadirin yang
mulai melakukan interupsi sehingga suasana ruang Bhinneka menjadi gaduh.
Tidak hanya itu beberapa sesekali sudah mulai terdengar suara cemoohan
dan kata-kata “huuuu…kecewaaaaa!!!” dari para hadirin.
Ketika mendekati pukul 21:00, pihak KJRI berusaha untuk menutup sesi
tanya jawab, dengan alasan kesibukan anggota dewan pada keesokan
harinya: which is Sunday of course ..:) bukankah adalah hak kita
sebagai rakyat untuk meminta / menanyakan hal-hal yang dirasa perlu ke
wakil rakyat kita di parlemen? Pada saat ini suasana semakin riuh dan
sudah ada hadirin yang berteriak-teriak langsung bertanya … tanpa
moderator … :) terus terang suasana sudah sedikit agak kacau pada waktu
itu. Bahkan ada beberapa yang langsung meninggalkan ruangan dan langsung
pulang.
Here comes the Bomb Shell …
Salah satu kawan saya (pas saat sesi kacau) sempat berteriak … “Kenapa
nggak pakai teleconference aja sih Pak ?” pada saat itu, Bapak Karding
menjawab : “Wah itu kan teknisnya terlalu rumit … “ sontak mendengar
jawaban tadi hadirin yang umumnya mahasiswa langsung tertawa … lalu ada
lagi yang nyeletuk “Pak mau dibikinin account Skype sama saya nggak Pak
?”
Trus ada beberapa anggota Komisi VIII, yg mengatakan, karena
keterbatasan waktu kawan2 bisa menghubungi kami lewat email. Tapi
ketika serentak kami menanyakan apa alamat email beliau, yang keluar
adalah … xxxx@yahoo.com :) . Beberapa hadirin termasuk saya tampak
kesal dengan jawaban tersebut, kemudian hadirin menanyakan: “Kami ingin
alamat resmi bapak!” , dan dibalas dengan: “nanti ….nanti akan
diberikan …. ” pada saat ini penyiar radio PPI Internasional
menginterupsi “Tolong disebutkan saja pak disini , jadi semua orang bisa
dengar …” , bahkan dengan tantangan itupun sepertinya mereka
bapak-bapak/ibu-ibu anggota Komisi VIII itu tidak tahu …apa alamat email
resmi mereka … saya lihat ada 1 orang staff ahli yang mendampingi
komisi VIII sibuk bolak balik mencoba membagikan kartu nama ( yang
itupun dalam kartu nama tersebut tercantum alamat imel Gmail & Yahoo
) … ????
Karena suasana panik dan makin riuh, salah seorang ibu (staff anggota
komisi VIII) berteriak, ” KALAU ADA YANG PERLU DITANYAKAN… SILAKAN SAJA
KIRIM KE ALAMAT EMAIL : KOMISI DELAPAN AT YAHOO DOT COM.. !!!! ” pada
saat itu .. tawa hadirin langsung pecah .. saya sendiri geleng-geleng
kepala dan sudah tidak tahu mau bicara apa lagi … (selengkapnya lihat
saja disini: http://www.youtube.com/watch?v=8dEjGOPfAqA&feature=youtu.be)
Ada teman yg bilang : Wah kalo gitu mah gak usah jadi anggota DPR, anak
saya yg masih kecil juga udah bisa bikin email yahoo sendiri … :)
BTW: setelah acara selesai salah seorang kawan mencoba mengirim test mail (via BB) ke :
- komisiviii@yahoo.com
- komisi8@yahoo.com
- komisidelapan@yahoo.com
- komisiviii@yahoo.co.id
- komisi8@yahoo.co.id
- komisidelapan@yahoo.co.id
and guess what, none of them is working …!!! semua email test bouncing back ke sender , alias alamat yang diberikan tidak ada …!!!!
- komisiviii@yahoo.com
- komisi8@yahoo.com
- komisidelapan@yahoo.com
- komisiviii@yahoo.co.id
- komisi8@yahoo.co.id
- komisidelapan@yahoo.co.id
and guess what, none of them is working …!!! semua email test bouncing back ke sender , alias alamat yang diberikan tidak ada …!!!!
Lagi-lagi karena tidak puas, saya beserta istri & kawan-kawan
mendekati ibu salah satu staff ahli pendamping anggota komisi VIII dalam
kunjungan kerja ini, sambil menanyakan alamat resmi, saat itu beliau
bilang : “Lihat aja di website DPR nanti kan ada daftar masing-masing
komisi, nanti dari situ ada alamat imelnya “
Lagi lagi, kita cek via HP , dan …ternyata tidak ada (kalau tidak percaya silakan cek sendiri ke www.dpr.go.id)
, kalau begini mana yang benar ? kalau yang bekerja di DPR saja tidak
tahu alamat kontak resmi yang bisa dihubungi, bagaimana dengan orang
lain?? Dan jangan salah bahwa, 1 staff DPR memiliki 7 asisten (staf
ahli), *Unfortunately* sepertinya tidak satupun dari ke-7 asisten
beserta anggota DPR itu sendiri tahu alamat kontak resmi mereka
??? Kalau untuk hal yang sangat mendasar saja mereka tidak kompeten,
bagaimana mereka akan membela kepentingan rakyat yang akan mereka wakili
???
Bagaimana tidak, DPR RI, parlemen dari negara dengan jumlah penduduk
ke-4 terbesar di dunia, parlemen dari negara anggota G-20 (negara dengan
salah satu kekuatan ekonomi & pangsa pasar terbesar di dunia) serta
mempunyai anggaran ber-triliun2 rupiah utk gedung baru, lengkap dgn
fasilitas & tunjangan lainnya …. masih memakai alamat email gratis
utk kontak terhadap rakyat yg di wakilinya … ????
Tidakkah mereka berpikir, bahwa parlemen kita akan menjadi bahan
olok-olok parlemen Australia begitu melihat kartu nama dengan alamat
imel dari Yahoo / Gmail ???
Ketika ditanya alamat kontak mereka, umumnya mereka kebingungan
menjawabnya, yang menurut saya sangat-sangat aneh bukan?? Bagaimana
mereka mau mendengar aspirasi rakyat yang mereka wakili jika alamat
kontak untuk dihubungipun mereka kebingungan menjawabnya ??
Setelah acara diskusi selesai, beberapa dari kami yang tidak puas,
langsung menyerbu dan bertanya langsung ke anggota komisi VIII, ada
dari beberapa diantara mereka tidak membawa kartu nama!!! Bagaimana
mereka ingin memperkenalkan diri di hadapan anggota parlemen Australia
jika kartu nama saja mereka tidak bawa, dan kalaupun ada, mereka
mencantumkan alamat imel gratis (yahoo/gmail) sebagai alamat kontak
mereka !!!
Pada saat saya mencoba bertanya ke Bapak Karding tentang kunjungan studi
banding, saya tanyakan: “Pak bukankah menjadi paradoks bagi DPR bahwa
kunjungan studi banding dalam rangka mengentaskan kemiskinan tapi di
saat yang sama DPR menghambur-hamburkan uang rakyat yang akan dientaskan
kemiskinannya ???”
Ironis sekali memang ternyata, dan syukur …kalau bukan karena kesempatan
ini, saya mungkin hanya bisa mendengar dari media massa tentang
perilaku anggota DPR, tapi untuk saat ini saya bisa melihat, mendengar
& mengalaminya sendiri di depan mata.
Saat itu kami sempat bingung dan bertanya ke salah satu staff senior
KJRI : ” Pak apa memang sudah separah inikah keadaan institusi di negara
kita ? ” beliau menjawab ( dan mencoba berdiplomasi ) : “Maaf dik saya
sendiri belum berkecimpung di dunia politik, mengenai komentar, saya
pikir, adik bisa lihat sendiri apa yg terjadi tadi” … ( kayaknya beliau
juga shock )
Sebagai Penutup :
BTW: Beberapa kawan sebelum pulang kita sempat bercanda “kayaknya abis
malem ini kita bakal susah tidur nih … ” dan banyak yang geleng-geleng
kepala sampai keluar pintu KJRI, sepertinya kita masih belum percaya
dengan apa yg kita lihat.
Entah mau dibawa kemana negara ini, jika para pemegang amanahnya saja tidak kompeten di bidangnya.
Dan memang ternyata benar, sampai sekarang pukul 6:30 pagi pun saya
belum bisa tidur … :) bahkan hingga keesokan harinya, seorang kawan
berkelakar di milis “Mungkin coba aja imel ini: k0M151d3L4P4n@yahoo.com
kali aja mereka ber-Alay ria…hehehe…”
http://politik.kompasiana.com/2011/05/03/laporan-dialog-antara-perhimpunan-pelajar-indonesia-australia-dengan-komisi-viii-dpr-ri-di-melbourne/